PERSEPSI (1)

Pengalaman sehari-hari mengenai dunia visual mungkin tampak biasa dan jelas. Namun, ketika seseorang membandingkan pengalamannya (sebuah dunia yang obyeknya tetap stabil dan konstan) dengan pengamatannya melalui penginderaan dalam bentuk rangsang secara fisik (suatu keadaan mendekati perubahan yang kontinyu),  pengalamannya mengenai dunia visual seolah-olah melibatkan dua ‘dunia’ yang sangat berbeda. Para ahli psikologi menggunakan istilah sensasi dan persepsi untuk membedakan dua ‘dunia’ ini. Sensasi merujuk ke pengalaman-pengalaman yang merupakan hasil terpaan rangsang secara fisik (misal, sinar atau suara) ke berbagai organ indera (misal, mata dan telinga). Persepsi merujuk ke cara pengorganisasian dan penafsiran informasi sensoris yang datang untuk memungkinkan seseorang membentuk  ‘gambaran  dalam’  mengenai dunia luar.

Bab ini memperhatikan beberapa dasar gejala pengamatan visual dan cara persepsi visual diorganisir. Perhatian pada penglihatan ini bukan mengesampingkan indera lain. Karena penglihatan adalah modalitas indera yang dominan pada manusia. Banyak hal telah diketahui mengenai persepsi dalam modalitas penginderaan ini daripada modalitas penginderaan lain (Eysenck, 1993). Banyak prinsip-prinsip yang mengatur persepsi visual manusia diungkapkan, pertama kali  oleh murid-murid sebuah ‘sekolah’ pemikiran psikologi German yang menyebut diri Ahli Psikologi Gestalt. Bab ini mempelajari kontribusi mereka pada pengetahuan mengenai persepsi visual.

2.1.  Psikologi Gestalt dan Persepsi Visual

Sepanjang 1890, filsuf German Ehrenfels mengklaim, banyak kelompok stimuli  memerlukan suatu  susunan sifat  yang melampaui dan mengatasi jumlah dari bagian-bagian stimuli itu. Sebuah persegi, contoh,  lebih dari pada sebuah kumpulan sederhana garis-garis. Ia mempunyai ‘kepersegian’. Ehrenfels menyebut ini ‘sifat emergent’  Gestalt qualitat (atau kualitas bentuk). Awal abad ini, ahli psikologi Gestalt (paling dikenal, Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler) berusaha menemukan prinsip-prinsip penafsiran informasi sensoris. Mereka berargumen, seperti menciptakan sebuah pengalaman perseptual yang koheren, lebih dari pada jumlah bagian-bagiannya, otak melakukan hal ini  dengan cara teratur dan dapat diprediksi. Prinsip-prinsip pengorganisasian ini sebagian besar ditentukan pembawaan sejak lahir.

2.2. Persepsi Bentuk

Bila seseorang hendak menstrukturkan informasi sensoris yang masuk,  saat itu, ia harus mempersepsi obyek-obyek sebagai hal yang terpisah dari rangsang lain dan memiliki bentuk yang bermakna.

2.2.1. Figur dan Latar

GAMBAR 1.1. OBYEK ASING BERKONTUR TERTUTUP

Tugas pertama pengamatan seseorang ketika dikonfrontasi dengan sebuah obyek (atau figur) ialah mengenal obyek. Untuk melakukannya, ia harus mengamati obyek sebagai sesuatu yang berbeda dari hal-hal di sekeliling obyek (atau latar). Keakraban  seseorang dengan suatu obyek berperan menentukan apakah obyek diamati sebagai figur atau latar. Namun, bagaimanapun, bentuk-bentuk asing dan bahkan yang paling tidak bermakna,  juga terlihat  sebagai  figur-figur, sebagaimana di gambar 1.1.

Hal ini mengilustrasikan bahwa keakraban penting untuk mempersepsi bentuk, tidak diperlukan. Bila begitu, seseorang akan memperoleh kesulitan untuk mengamati  obyek-obyek  yang belum pernah ia lihat (Carlson, 1987). Satu dari penentu-penentu terkuat figur dan latar ialah sekelilingnya. Area-area yang tertutup kontur secara umum tampak sebagai figur, sebaliknya area yang mengelilingi secara umum tampak sebagai latar. Penelitian menunjukkan ukuran, orientasi, dan kesimetrisan juga memainkan peran dalam pemisahan figur-latar.

GAMBAR 1.2. TANPA PETUNJUK YANG CUKUP PADA OBYEK, OBYEK SULIT DIBEDAKAN

 Pada beberapa kasus, sebelumnya, mungkin tidak terdapat cukup informasi dalam suatu pola yang dapat mempermudah seseorang untuk membedakan figur dan latar. Sebuah contoh bagus tampak pada gambar 1.2. Dalmatian (figur),  anjing tutul-tutul,  sulit dibedakan dari latar karena, dari sejumlah ‘kontur anjing’ yang ia miliki, hanya sedikit yang dapat dilihat. Hasilnya, dalmatian itu kelihatan memiliki bentuk yang tidak lebih berbeda dari pada latarnya (dan ini, tentu, merupakan prinsip yang mendasari kamuflase)

Pada kasus lain, sebuah figur mungkin memiliki kontur-kontur yang jelas, namun dapat diamati dalam dua cara yang sangat berbeda. Karena,  tidak jelas  bagian rangsang yang merupakan figur dan bagian rangsang yang merupakan latar. Hal ini dikenal sebagai pembalikan figur-latar. Sebuah contoh paling terkenal adalah vas, pot bunga Rubin (Rubin, 1915) di  gambar 1.3. Pada pot bunga Rubin, hubungan gambar-latar secara terus-menerus mengalami pembalikan sehingga pot itu diamati sebagai sebuah pot putih dengan latar hitam atau dua profil hitam pada latar putih. Bagaimanapun, rangsang selalu diorganisir ke dalam sebuah figur yang tampak pada sebuah latar, dan pembalikan mengindikasikan rangsang yang sama dapat memicu lebih dari satu persepsi.

2.2.2 Pengelompokan

Sekali seseorang mendiskriminasi figur dari latar, figur dapat diorganisir ke dalam sebuah bentuk yang bermakna. Ahli psikologi Gestalt yakin bahwa obyek-obyek diamati sebagai gestalten (telah diterjemahkan secara bervariasi sebagai keseluruhan pengorganisasian, konfigurasi-konfigurasi, atau pola-pola) dari pada kombinasi-kombinasi, sensasi-sensasi yang terisolasi. Ketika seseorang membawa pesan ke sensasi-sensasinya dan coba memberi bentuk, ia menggunakan ‘hukum-hukum’ tertentu untuk mengelompokkan rangsang bersama-sama. Ahli psikologi Gestalt mengindentifikasi sejumlah ‘hukum-hukum’ tentang organisasi persepsi yang menggambarkan pandangan mereka bahwa pengamatan keseluruhan pada suatu obyek  lebih dari  pada  jumlah  bagian-bagiannya.

Hukum ini dapat diringkas di bawah satu judul, hukum pragnanz, menurut pernyataan: ‘organisasi psikologis akan selalu sama ‘utuh’ dengan kondisi-kondisi umum yang mengijinkan. Dalam definisi ini, ‘utuh’ tidak didefinisikan (Koffka, 1935). Menurut Attneave (1954), ‘utuh’ dapat didefinisikan sebagai memiliki suatu taraf  redudansi (kelebihan) internal yang tinggi, yaitu, struktur sebuah bagian yang tidak dapat dilihat sangat dapat diprediksi dari bagian-bagian yang dapat dilihat. Secara sama, menurut  prinsip minimum Hochberg (1978), bila terdapat lebih dari satu cara mengorganisir rangsang visual tertentu, orang yang kemungkinan besar mengamati adalah orang yang memerlukan jumlah informasi paling sedikit untuk  mengamati  rangsang. Dalam praktek, cara ‘terbaik’ mengamati sesuatu adalah melihatnya secara simetrik, seragam dan stabil, dan ini dicapai dengan mengikuti  hukum-hukum pragnanz[1] Hukum ini terdiri dari  tujuh  ketentuan:

1. Kedekatan

Elemen-elemen yang muncul berdekatan satu sama lain dalam ruang atau waktu cenderung diamati bersama-sama, sehingga perbedaan jarak titik-titik menghasilkan empat  garis vertikal atau empat garis horizontal:

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

Sebuah contoh auditif mengenai kedekatan, seseorang akan mempersepsi serangkai notasi musik sebagai sebuah melodi karena notasi-notasi itu segera tiba setelah satu notasi lain pada waktunya.

2. Kesamaan

Bila figur-figur mempunyai kesamaan satu sama lain, seseorang cenderung mengelompokkan mereka bersama-sama. Jadi, segitiga-segitiga dan lingkaran-lingkaran di bawah ini lebih dilihat sebagai kolom-kolom dari bentuk-bentuk yang sama ketimbang dilihat  sebagai baris-baris dari bentuk-bentuk berbeda.

▲  ●  ▲  ●  ▲

▲  ●  ▲  ●  ▲

▲  ●  ▲  ●  ▲

▲  ●  ▲  ●  ▲

Ketika seseorang mendengar seluruh suara yang terpisah dalam suatu koor sebagai suatu kesatuan, prinsip kesamaan beroperasi.

3. Kesinabungan

Seseorang cenderung mengamati bentuk, pola-pola berkesinabungan dari pada sebuah pola terputus-putus. Pola di bawah dapat dilihat sebagai rangkaian setengah-lingkar yang bertukar-tukar, namun cenderung diamati sebagai sebuah garis bergelombang (A) dan sebuah garis lurus (B).

Musik dan suara diamati sebagai sesuatu yang berkesinabungan dari pada serangkai bunyi-bunyi yang terpisah.

4. Penutupan

Hukum penutupan mengatakan, seseorang sering mensuplai informasi yang hilang untuk menutup sebuah figur dan memisahkannya dari latar. Dengan mengisi bagian yang hilang tersebut, ilustrasi di bawah ini dilihat lebih sebagai sebuah lingkaran.

5. Hubungan Bagian-Keseluruhan

Sama seperti ilustrasi kesinambungan dan kedekatan, tiga figur di bawah mengilustrasikan prinsip bahwa keseluruhan lebih besar dari pada jumlah bagian-bagiannya. Setiap pola disusun dari 12 tanda silang, namun secara keseluruhan pola-pola itu berbeda, meski  sama bagian bagiannya.

Notasi-notasi dalam suatu skala musik yang skalanya ditinggikan menghasilkan bunyi yang sangat berbeda dibandingkan dengan notasi-notasi yang sama, yang skalanya direndahkan. Dan,  melodi yang sama dapat dikenal ketika disenandungkan, dibisikan atau dimainkan dengan  instrumen dan di dalam kunci-kunci (notasi) yang berbeda.

6. Kesederhanaan

Menurut hukum ini, sebuah pola rangsang akan diorganisir ke dalam komponen-komponennya yang paling sederhana. Figur di bawah biasa diamati sebagai sebuah segi empat dengan sebuah segitiga yang melengkapi dari pada sebagai sebuah bentuk geometri  yang rumit dan tidak bernama.

7. Gerak bersama-sama

Elemen-elemen yang terlihat bergerak bersama-sama diamati sebagai elemen milik bersama. Hal ini menjelaskan mengapa sekelompok orang yang berlari pada arah yang sama muncul menyatu dalam tujuan mereka.

2.3.  Evaluasi Sumbangan Gestalt

Paling tidak, sebuah filsafat besar yang mempengaruhi psikologi Gestalt adalah fenomenologi. Sepanjang menyangkut persepsi, fenomenologi melihat stabilitas dan koherensi dunia (yaitu, dunia yang dialami sehari-hari) sebagai pusat  perhatian. Koffka, contoh, meyakini bahwa pertanyaan terpenting untuk dijawab para ahli psikologi persepsi ialah ‘Mengapa melakukan sesuatu terlihat seperti yang mereka lakukan?’ dan bagi Kohler: ‘Tampaknya menjadi satu titik awal bagi psikologi, tepatnya seperti bagi semua ilmu lain: dunia seperti kita menemukannya, kekanak-kanakan dan tidak kritis’.

Bagi banyak ahli psikologi, psikologi Gestalt telah memiliki suatu pengaruh besar dalam pemahaman mengenai proses-proses pengamatan. Menurut Roth (1986), laporan paling komperhensif mengenai pengelompokkan perseptual tetap diberikan ahli-ahli Gestalt. Dan, dalam pandangan Gordon (1989), temuan-temuan mereka ‘sekarang telah menjadi bagian dari pengetahuan permanen kita tentang persepsi’, dan kebanyakan ahli psikologi akan menyetujui, para ahli Gestalt  telah benar  tentang banyak hal.

Namun, banyak peneliti kontemporer telah membantah, seperti dikemukakan semula, beragam ‘hukum’ yang diajukan para ahli Gestalt, paling baik hanya bersifat deskriptif dan yang paling buruk adalah kekaburan, ketidaktepatan, dan sulit untuk mengukur  (hal apa, contoh,  yang membuat sebuah lingkar atau segi empat merupakan sebuah figur ‘yang utuh’? (Greene, 1990). Beberapa studi (contoh, Pomerantz dan Garner, 1973; Navon, 1977) telah berupaya menyebut berbagai kritik yang dibuat dari hukum-hukum Gestalt.

Data yang dilaporkan Navon dan temuan-temuan beberapa kajian lain memberi dukungan pada pernyataan-pernyataan yang dibuat para ahli Gestalt. Namun, hukum-hukum Gestalt sulit diterapkan untuk persepsi mengenai obyek-obyek padat (seperti dilawankan dengan gambar 2-D). Mata manusia dirancang untuk melihat obyek-obyek 3-D dan ketika susunan-susunan 3-D dikaji, hukum-hukum Gestalt tidak dapat ditegakkan secara konsisten (Eysenck, 1993). Lagi pula, para ahli psikologi Gestalt sangat menekankan obyek-obyek tunggal; padahal dalam dunia yang mengelilinginya manusia, manusia dihadapkan dengan ‘keseluruhan’ kancah di mana obyek-obyek tunggal merupakan ‘bagian-bagian’ (Humphreys dan Riddoch, 1987). Hasilnya, banyak pertunjukan-pertunjukan psikologi Gestalt memiliki validitas lingkungan sangat rendah, tidak merepresentasikan hal-hal yang disebut Gordon (1989) ‘obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang harus dihadapi organisme untuk bertahan’. (Bersambung)


[1]Catatan: Seluruh hukum Gestalt bekerja untuk menciptakan kemungkinan bentuk paling stabil, konsisten, dan sederhana dalam suatu susunan visual tertentu. Ahli psikologi Gestal menyebut proses ini  Hukum Pragnanz yang menyatakan,  organisasi susunan visual ke dalam obyek-obyek pengamatan akan selalu sama ‘utuh’ dengan kondidi-kondisi umum yang mengijinkan. Di sini, makna utuh mencakup konsep-konsep seperti keteraturan, kesederhanaan, dan kesimetrisan. Hukum Pragnanz merupakan juga sebuah cara mengatakan bahwa sistem-sistem pengamatan bekerja untuk menghasilkan suatu dunia pengamatan yang  menyampaikan ‘esensi’ dunia nyata, yaitu memastikan informasi mengenai dunia nyata ditafsir secara tepat. Kenyataan, kata Jerman Pragnanz  secara tepat berarti  “menyampaikan esensi dari sesuatu.” Karena kondisi-kondisi yang berlaku kadang kala tidak ideal, seperti dalam gambar-gambar garis atau pada malam berkabut, esensi dapat menjadi lebih baik dari pada realitas. Melihat pola-pola kontur yang komplek sebagai obyek-obyek pengamatan membuat pemprosesan selanjutnya mengenai susunan vas dari informasi pada imej retina lebih sederhana dan lebih cepat. (Baca Coren, Ward, dan Enns dalam Sensation and Perception,  Harcourt Brace College Publisher, Florida, 1994: 382).

2. Pengertian Psikologi: Ilmu Perilaku

Sejak Wundt, psikologi memang mulai dianggap sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan objek materialnya adalah perilaku. Tapi, perbedaan pendapat terus berlangsung, tidak berhenti dengan kehadiran laboratorium di Leipzig. Sampai sekarang, berbagai definisi yang saling berbeda masih tetap beradu argumentasi karena dasar pemikiran yang berbeda. Clifford T. Morgan, misal, memberi definisi: psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan hewan. Boring dan Langefeld memberi definisi yang berbeda, psikologi adalah studi tentang hakikat manusia. Garden Murphy menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan rnakhluk hidup terhadap lingkungan. (Sarwono, 1984:4).

Daftar itu dapat diperpanjang, tetapi definisi-definisi itu pada umumnya sepakat menyimpulkan, obyek studi psikologi adalah perilaku manusia. Objek material psikologi adalah perilaku manusia, bukan perilaku makhluk-makhluk lain. Karena itu, definisi yang dapat menjadi pegangan: psikologi ialah ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam hubungan dengan lingkungannya.

Pengertian itu mengandung empat unsur. Pertama, ilmu: unsur ini menjelaskan, psikologi bukan pengetahuan yang teracak dan sembarangan, melainkan pengetahuan yang tersusun rapi secara sistematik, mempunyai sistem, dan memiliki metode tertentu.

Dua, perilaku, yaitu perbuatan-perbuatan manusia, baik terbuka (kasat indera) rnaupun tertutup (tidak kasat indera). Perbuatan yang terbuka dinamakan juga overt behavior, mencakup semua perbuatan yang bisa ditangkap langsung dengan indera seperti melempar, memukul, menyapu, mengemudi, duduk, merokok. Perbuatan yang tidak kasat indera atau covert behavior adalah perbuatan yang harus diselidiki dengan metode atau instrumen khusus karena tidak bisa langsung ditangkap indera, misal, motivasi, sikap, berpikir, beremosi, dan minat.

Tiga, manusia: obyek materiil psikologi adalah manusia maka yang paling berkepentingan dengan ilmu ini adalah manusia. Manusia membutuhkan psikologi di berbagai bidang kehidupan, antara lain, di sekolah, di kantor, dan di rumah. Hewan masih menjadi “obyek” psikologi, namun hanya sebagai pembanding saja untuk mempelajari fungsi-fungsi psikologis yang paling sederhana, yang sulit dipelajari pada manusia.

Empat, lingkungan: dalam definisi di atas yaitu meliputi lingkungan secara fisik, abiotik maupun biotik, lingkungan alamiah maupun buatan dan populasi, komunitas, kelompok maupun ekosistem secara keseluruhan. Termasuk, lingkungan sosial. (Bersambung)

1. Pengertian Psikologi

1.1. Pendahuluan

Bab ini akan menjelaskan konsep-konsep dasar atau batasan tentang psikologi industri dan organisasi. Batasan yang perlu diperjelas pertama kali adalah batasan tentang psikologi itu sendiri. Kemudian baru dikemukakan beberapa batasan tentang psikologi industri dan organisasi. Setelah itu, akan ditegaskan ruang lingkup psikologi industri dan organisasi melalui penjelasan tentang aliran-aliran yang ada dalam psikologi serta cabang-cabang psikologi.

1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus

Pembaca mampu menjelaskan konsep-konsep dasar psikologi industri dan organisasi serta ruang lingkupnya. Batasan-batasan psikologi industri dan organisasi mencakup: arti psikologi, arti psikologi industri dan organisasi. Sedangkan ruang lingkupnya berkaitan dengan: manusia sebagai obyek kajian psikologi, aliran-aliran, dan cabang-cabang dalam psikologi.

1.3. Arti  Psikologi: Ilmu Jiwa

Penjelasan tentang psikologi sebagai ilmu jiwa. Penjelasan umum ini digunakan untuk matakuliah Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Sosial. Video ini tersedia di You Tube.

Psikologi berasal dari kata-kata Yunani, psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa. Tapi, sejak dahulu, para ahli tidak pernah mencapai kesepakatan dalam mengartikan jiwa. Pada zaman Yunani Kuno, beberapa abad sebelum Masehi, para filsuf mencoba mempelajari jiwa. Ada yang berpendapat, jiwa adalah ide (Plato). Ada juga yang berpendapat, jiwa adalah karakter (Hipocrates) atau fungsi mengingat (Aristoteles). Pada abad ke-17, filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat, jiwa adalah akal atau kesadaran. Sedangkan filsuf Inggris George Berkeley yang hidup di akhir abad yang sama menyatakan, jiwa adalah persepsi. Filsuf lain dari Inggris John Locke beranggapan, jiwa adalah kumpulan ide yang disatukan melalui asosiasi.

Ketika ilmu faal mulai berkembang pada abad 18, para ilmuwan bidang ini menyatakan jiwa sebagai proses sensomotoris, yaitu pemrosesan rangsang-rangsang yang diterima syaraf-syaraf  indera (sensoris) di otak sampai terjadi reaksi be­rupa gerak otot-otot (motoris) maupun sekresi kelenjar-kelenjar. Marshall Hall, misal, menemukan mekanisme refleks dan Paul Broca menemukan pusat bicara di otak. Fritz dan Hitzig mene­mukan daerah pusat-pusat sensoris di otak yang terpisah dari daerah pusat-pusat motoris. Seorang pakar ilmu faal Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) berpendapat, psikologi tidak berbeda dari ilmu faal karena yang dipelajari psikologi adalah refleks­refleks saja (Sarwono, 1984:3-4).

Karena ragam pandangan ini, dalam era yang lebih modern, para ahli cenderung mencari titik temu. Sejak 1897, di Leipzig, Wilhelm Wundt untuk pertama kali mengajukan gagasan untuk memisahkan psikologi dari ilmu-ilmu induknya, filsafat dan ilmu faal. Ia mendirikan laboratorium sendiri di kota itu yang khusus menyelidiki gejala-gejala psikologi. Objek studi dari psi­kologi Wundt bukan lagi konsep-konsep abstrak seperti dalam fil­safat, juga bukan refleks yang bersifat faal, melainkan perilaku yang bisa dipelajari secara objektif. Metode yang dipergunakan waktu itu adalah metode introspeksi. Orang yang dijadikan objek studi diminta menceritakan kembali pengalaman-pengalaman selama ia menjalani proses penelitian (Sarwono, 1986:72). (Bersambung)

Mirip Ayah, Mirip Ibu

Pernahkah kau memperhatikan diri dan juga kedua orangtuamu? Sedikit banyak, tentu ada persamaan-persamaan fisik tertentu. Entah matamu, hidungmu, atau mungkin juga tubuh dan anggota tubuh yang lain. Yang paling menakjubkan, selain persamaan fisik, sering juga tampak kesamaan-kesamaan perilaku, bisa pada cara berjalan, cara duduk, dapat saja hanya cara tertawa. Karena itu, orang kadang mengatakan kau mirip ayah atau mungkin lebih mirip ibumu. Kalau tidak mirip siapapun dari kedua orangtua, orang-orang yang jauh lebih tua, sering juga menemukan bahwa dirimu bisa jadi mirip kakek atau nenekmu.

Pada usia yang kian bertambah ini, saya juga sering mengalamii hal-hal semacam itu. Bila menghadiri pernikahan atau pertemuan-pertemuan keluarga, yang hadir banyak orangtua dan tentu saja lebih banyak lagi orang-orang muda yang jelas saja saya tidak mengenal mereka. Namun, dalam situasi yang sangat tidak menyenangkan itu, saya juga menyadari bahwa mereka pasti masih termasuk keluarga saya. Sering saya mengenal mereka karena persamaan-persamaan fisik mereka dengan ayah atau ibu mereka dan yang paling menakjubkan, perilaku mereka pun sering mirip dengan kedua orangtua mereka. Malah, pada yang masih muda sekali, saya sering terharu dapat menemukan kesamaan-kesamaan fisik atau perilaku mereka dengan fisik maupun perilaku kakek dan nenek mereka.

Sangat luar biasa. Walau ayah ibu ataupun kakek dan nenek mereka telah meninggal, dari kesamaan-kesamaan secara fisik maupun perilaku mereka, meski baru mencapai dua generasi, saya temukan, sesungguhnya ayah ibu mereka maupun kakek nenek mereka yang pernah saya kenal itu, tidaklah pernah meninggal sungguh-sungguh. Mereka seakan-akan hidup abadi di dalam diri anak dan cucu mereka dan mungkin juga dari generasi ke generasi. Mereka hidup dalam (genetik) keturunan mereka.

Mungkin karena itu, banyak orang yang bahagia ketika memperoleh anak dan menjadi kian bahagia ketika memperoleh cucu. Mereka menemukan diri mereka di dalam diri anak dan lebih jauh lagi masih menemukan diri mereka di dalam diri cucu-cucu mereka. Wajar bila seorang sahabat saya beberapa waktu lalu, bercerita bahwa hal yang paling membahagiakan dirinya sekarang adalah memperoleh seorang cucu walau pada saat yang sama ia menjadi seorang kakek. ***

Piramida Terbalik

Dalam “Syarat – syarat Berita”, telah dikemukakan, satu dari enam syarat berita ialah “Syarat Tersusun Baik”. Syarat ini memberikan ketentuan, suatu berita harus disusun berdasarkan sistem piramida terbalik. Berita yang disusun berdasarkan sistem piramida terbalik terbagi atas kesimpulan berita dan tubuh berita.Kesimpulan berita terbagi pula atas pokok berita dan keterangan lain.

Penyusunan berita semacam itu pada dasarnya menempatkan fakta yang paling penting dari keseluruhan peristiwa dan atau pendapat di awal berita. Selanjutnya, diikuti fakta yang penting, kurang penting, dan tidak penting. Tujuannya, agar pembaca mudah memahami berita tersebut. Tidak perlu mencari lagi “unsur kelengkapan berita” dan menghubungkan sebab – akibat peristiwa dan atau pendapat yang diberitakan.

Lalu, jika pembaca tidak mempunyai waktu cukup, ia pun tidak perlu membaca seluruh berita. Cukup membaca sari patinya saja yang terdapat di awal berita (fakta paling penting).

Selain itu, untuk memudahkan kerja redaksi. Jika kolom yang ada terbatas sehingga terpaksa melakukan penyuntingan berita, ia dengan cepat dapat memotong/membuang fakta yang tidak penting di akhir berita tanpa mengurangi arti dan nilai berita bersangkutan.

Ini gambar skema struktur berita “piramida terbalik”:

JUDUL BERITA


DATE LINE


T  E  R  A  S

B E R I T A


T U B U H

BERITA

Keterangan :

  1. Kepala Berita/Judul Berita/Head Line: terletak di atas Date Line, kalimat pertama yang berfungsi memperkenalkan isi berita kepada pembaca agar dalam sekilas dapat mengambil kesimpulan, berita tersebut perlu atau tidak baginya. Suatu Kepala Berita yang baik memiliki syarat:
    • Mengandung inti terpenting dari seluruh isi berita dan tidak boleh berbeda dengan isi berita tersebut.
    • Menggunakan bahasa yang padat, singkat, tepat, menarik, dan mudah dipahami.
  2. Keterangan Tempat/Waktu (Date Line): terletak di sisi kiri sebelum isi berita yang berfungsi menjelaskan tempat dan waktu peristiwa atau penulisan berita tersebut. Syaratnya, Date Line itu harus benar dan tepat agar pembaca dapat memahami berbagai hal dan kemungkinan yang berhubungan dengan berita itu. Biasanya, juga disertai dengan identitas tertentu, sesuai kebijaksaaan tiap-tiap surat kabar.
  3. Teras Berita/Inti Berita/ Lead: letaknya di alinea pertama setelah Date Line, berisi jawaban atas pertanyaan unsur Apa, Siapa, Di mana, Apabila, Mengapa, dan Bagaimana (ASDAMBA). Fungsinya:
    • Menarik perhatian pembaca.
    • Agar pembaca cepat mengetahui isi berita terpenting jika tak memiliki waktu untuk membaca seluruh berita.
    • Agar pembaca dengan cepat menentukan isi berita itu penting atau tidak baginya hingga dapat memutuskan, berita itu perlu dibaca atau tidak. (Sebab itulah, Teras Berita harus memenuhi: (a) Mengandung unit terpenting dari berita., (b) Lengkap, padat dan singkat, (c) Bahasanya mudah dipahami, dan menarik!, (d) Susunannya teratur sebab akibatnya)
  4.  Tubuh Berita: Tubuh berita merupakan uraian lebih lanjut dari intisari berita terhadap unsur – unsur ASDAMBA atau keterangan lain yang berkaitan dengan peritiwa dan atau pendapat yang dijadikan berita. Letaknya, setelah lead dan disusun menurut penjelasan terpenting, penting, cukup penting, dan kurang penting.

Arti Berita dan Syarat Berita

Kita telah mengenal berita. Kita telah mengenal komponen-komponennya, strukturnya. Kita juga telah membedakannya dengan struktur-struktur tulisan lain. Hari ini, kita rumuskan sebentar arti berita dan syarat berita.

  A. Arti Berita

Menurut Willard G. Bleyer dalam “Newspaper Writing and Editing” yang dikutip George Fox Mott, “News is anything timely that is selected by the news staff because it is of interest and significanse to their readers or because it can be made so.”

Pendapat tersebut penulis terjemahkan secara bebas menjadi: Berita ialah sesuatu yang tepat pada waktunya yang dipilih staf berita karena sesuatu tersebut menarik dan penting untuk para pembacanya atau karena dapat dibuat begitu.
Pendapat di atas mengandung empat unsur pokok dengan pengertian sebagai berikut

  1. Sesuatu yang tepat pada waktunya: berarti, segala sesuatu yang benar-benar terjadi (fakta peristiwa) atau segala sesuatu yang benar-benar diucapkan (fakta pendapat) atau kedua-duanya (fakta peristiwa dan fakta pendapat), dimuat/ disiarkan dengan cepat, tepat pada waktu terbit/ siaran yang ditentukan sebelumnya, sehingga kehangatannya (aktualitas) terjaga.
  2. Yang dipilih staf berita: berarti dipilih oleh redaksi.
  3. Karena sesuatu tersebut menarik dan penting untuk para pembacanya: menarik berarti ada sesuatu yang luar biasa/ aneh/ bersifat pertentangan/ baru dalam arti, baru terjadi, baru ditemukan kembali, atau baru terulang lagi setelah jangka waktu lama. Sedangkan penting, berarti ada sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan/ kebutuhan pembacanya. Misalnya masalah kesehatan, keamanan, kematian.
  4. Atau karena dapat dibuat begitu: berarti, sesuatu tersebut dapat pula dibuat menarik dan penting untuk pembacanya.

Menurut Sonny N.S., “Berita ialah laporan tentang peristiwa atau pendapat atau kedua-duanya, yang menarik perhatian dan belum diketahui pembacanya/ penontonnya/ pendengarnya, yang disampaikan melalui media massa.”

Pendapat tersebut mengandung tiga unsur pokok dengan pengertian sebagai berikut:

  1. Laporan tentang peristiwa atau pendapat atau kedua-duanya: berarti, segala sesuatu yang benar-benar terjadi (fakta peristiwa) atau segala sesuatu yang bebar-benar diucapkan (fakta pendapat) atau kedua-duanya (fakta peristiwa dan fakta pendapat). (Lhat tentang fakta)
  2. Yang menarik perhatian dan belum diketahui pembacanya/ penontonnya/ pendengarnya: berarti, fakta peristiwa dan atau fakta pendapat tersebut mengandung sesuatu yang luar biasa/ aneh/ bersifat pertentangan/ baru (lihat 1.c) dan belum pernah diterbitkan/ disiarkan sebelumnya.
  3. Yang disampaikan melalui media massa: nerarti, disampaikan melalui suratkabar/ majalah/ radio/ televisi/ film.

Bertolak dari pendapat Bleyer dan Sonny, dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian berita sebagai berikut: Berita ialah laporan fakta peristiwa dan atau pendapat yang menarik dan penting, atau dapat pula dibuat begitu, yang disampaikan kepada pembacanya/ penontonnya/ pendengarnya melalui suratkabar/ majalah/ radio/ televisi/ film tepat pada waktu terbit/ siarannya.

 B. Syarat-syarat Berita

Dalam “Erosi Fakta dan Syarat-Syarat Berita”, Sonny mengemukakan enam syarat berita, yaitu

1. Syarat “Benar Terjadi”
2. Syarat “Cepat”
3. Syarat “Lengkap”
4. Syarat “Sebagaimana adanya”
5. Syarat “Tersusun Baik”
6. Syarat “Menarik”

Enam syarat berita di atas, dapat dipahami sebagai berikut:

  1. Syarat “Benar Terjadi”: syarat berita ini menuntut suatu berita harus berdasar fakta yang menurut ujud sumbernya terdiri dari fakta peristiwa, segala sesuatu yang benar-benar terjadi, dan berdasarkan fakta pendapat, segala sesuatu yang benar-benar diucapkan.
  2. Syarat “Cepat”: syarat berita kedua ini menuntut jarak antara waktu terjadinya suatu peristiwa atau diucapkannya suatu pendapat dengan dimuat/ disiarkannnya peristiwa dan atau pendapat tersebut dilaksanakan secepat mungkin, tepat pada waktunya, jika dimuat/ disiarkan pada saat terbit/ waktu siaran yang telah ditentukan sebelumnya. Agar hangat sampai kepada pembaca/ penonton/ pendengarnya.
  3. Syarat “Lengkap”: berarti, suatu berita harus memenuhi rumusan 5W + 1H. Atau, harus berisikan jawaban atas pertanyaan; What = Apa, Who = Siapa, Why = Mengapa, When = Kapan, Where = Dimana dan How = Bagaimana.
  4. Syarat “Sebagaimana adanya”: berarti, berita harus berisi pokok-pokok suatu peristiwa atau pendapat supaya memberikan gambaran yang menyeluruh tentang peristiwa atau pendapat tersebut dalam suatu rangkaian tertentu.
  5. Syarat “Tersusun Baik”: berarti, suatu berita harus tersusun dalam bentuk piramida terbalik yang terdiri dari: fakta terpenting, penting, kurang penting dan tidak penting. Sehingga, komunikan dengan mudah dan cepat mengetahui inti berita. Lalu, jika terjadi penyuntingan karena tempat tidak cukup, bagian yang tidak penting dapat segera disunting tanpa menghilangkan makna berita tersebut.
  6. Syarat “Menarik”: berarti, suatu berita harus dapat menarik perhatian sebagian besar komunikannya. Biasanya, sesuatu yang menarik adalah sesuatu yang baru, aneh, luar biasa, atau yang bersifat pertentangan.