Mengapa Menyiram Wajah?

Menyiram wajah dengan air keras tiba-tiba menjadi modus tindak kekerasan fenomenal. Kamis (3/10/2013), AL disiram teman prianya. Jumat (4/10/2013), 13 penumpang bus PPD 213 disiram RN atau Tompel (18). Sabtu (11/10/2013), empat orang pelajar SMK Muhammadiyah I Kemayoran disiram sesama pelajar. Sabtu (29/10/2013) Barry, vocalist Saint Loco, disiram orang tak dikenal di Malang, Jawa Timur.

Fakta AL, RN, dan para pelaku lain menyiapkan bahan sekaligus menentukan target yang jelas menunjukkan, menyiram wajah orang lain dengan air keras merupakan pola perilaku yang terencana dalam konteks pelaku menyadari motivasi dan niatannya. Apa penjelasan tentang pola perilaku penyerangan dengan modus tersebut? Apa yang memotivasi para pelaku? Bagaimana mereka “terinspirasi” melakukan penyiraman wajah?

Imago

“Imago” adalah suatu bayangan mental tentang DIRI SENDIRI atau DIRI LAIN yang dihayati sebagai alur cerita/narasi yang terpribadikan/terpersonifikasikan ke dalam sosok peran tertentu (Parkinson, 1999). Imago dihayati sebagai identitas naratif baik dalam “gambaran ideal tentang diri sendiri”,maupun “konsepsi tentang diri orang lain yang dipersonifikasikan”. Sifat ‘dipersonifikasikan’ menegaskan, imago berfungsi sebagai seolah-olah sosok pribadi yang hidup/nyata dan bukan sekadar bayangan mental yang virtual.

Penyiraman air keras ke wajah menegaskan, imago memainkan peran penting untuk menjelaskan baik motif untuk mencintai maupun membenci. Motif ini menjadi archdalam mengembangkan pola perilaku memelihara atau merusak sesuatu yang diasosiasikan dengan, atau mencederai bahkan membunuh,sosok karakter pribadi tertentu.

Selain membantu menciptakan motif, imago juga mewujudkan motif tersebut dengan mendorong dan membenarkan jenis perilaku tertentu.Interaksi antarimago secara sangat signifikan mengembangkan template perilaku yang mampu menyalurkan dan memformulasikan dorongan agresif, dimana imago yang dominan membuka keniscayaan bagi terwujudnya motif perilaku.

Penjelasan teoritik ini memberikan pencerahan bagi  studi tentang pembunuhan karakter,dimana penyiraman wajah korban tidak selalu harus dipahami sebagai akibat dari motif membunuh tubuh fisik ragawi korban.Teori ini menawarkan wawasan bahwa perusakan wajah merupakan implikasi dari pembunuhan terhadap karakter yang fenomenal dalam imago pada diri seorang pelaku.

Antara “Terngiang” dan “Terbayang”

Di era serba multimedia digital dewasa ini, rangsang hiperverbal-tekstual virtual secara lambat-laun tetapi pasti kian tergantikan oleh rangsang hipervisual.Beriringan dengan perubahan global-mondial ini, pengolahan informasi yang sulit dilakukan di bawah desakan waktu, kelelahan, atau kebisingan sekeliling meningkatkan percepatan dalam seleksi dan pemaknaan rangsang hipervisual  sehingga yang tersisa adalah “imago”.Hal ini membuat orang lebih terganggu oleh sesuatu yang terbayang dalam imago daripada yang terngiang dalam audio mentalnya.

Manakala seseorang merasa terganggu oleh sosok signifikan atau berpengaruh dan membayangi kehidupannya, dan sosok itu mendekam dalam alam bawah sadarnya (The Chambers Dictionary, 2003, hal.737), terjadi mekanisme mengeliminasikan sosok atau imago dari layar tayang mentalnya.Kegagalan menghapus dan menyekam imago memunculkan langkah aktif dan real untuk mengubah imago virtual dengan merusak sesuatu atau seseorang realyang diasosiasikan dengan imago.

Di sini, penyiraman wajah dengan air keras merupakan langkah operasional untuk mengubah imago. Berubahnya wajah AL, luka wajah pada 13 penumpang bus PPD 213 dan empat orang pelajar SMK Muhammadiyah I Kemayoran;  juga berubahnya raut wajah Barryvocalist Saint Loco yang diekspos di media massa; kesemuanya adalah manifestasi dari upaya “memodifikasi” imago dari yang mengusik menjadi yang netral.

Proyeksi dan Eksternalisasi

Makin kuat kemungkinan penolakan atau ketaksetujuan orang, makin kuat dorongan pelaku untuk melakukan pembenaran atas perilakunya. Mekanisme pertahanan diri yang diterapkan ialah menyelaraskan, mewaraskan, dan menjaga ketertiban psikis dan integritas diri dengan cara mendekatkan antara realitas internal dan eksternal dari struktur imago. Dengan ini pelaku melepaskan diri dari konflik imago demi mengeliminasi rasa salah, cemas, dan depresi terus menerus akibat gangguan imago yang membayangi.

Dalam banyak studi tentang imago, para pelaku digerakkan oleh semacam kepercayaan “kuasi-religius”, seperti: fanatisme atau favoritisme pada sosok atau kelompok tertentu. Ini menjelaskan mengapa pelaku  berusaha membangun struktur karakter yang bertujuan ganda.Di satu sisi, memecahkan konflik yang akan segera menjadi kenyataan.Di sisi lain, mewujudkan idealisasi perilaku yang dapat diterima oleh sistem imago sehingga mereka mempercayai tindakannya sebagai yang dimotivasi oleh prinsip-prinsip yang kokoh.

Dalam keseharian para pelaku bersikap dingin dan abai, tapi dalam alam fantasibanyak menggunakan waktu berjam-jam untuk membahas dan mengobsesi imago yang dibayangkan. Kadang kekhawatiran ini benar-benar mencapai derajat paranoid tertentu. Penyiraman air keras ke wajah adalah resolusi untuk memperbaiki masalah pada imago, perasaan diri, anggapan diri, identitas diri, dan regulasi diri, yakni dengan mengubah imago pengganggu untuk mendapatkan citra diri dan “persona baru”.***