Puasa dan Kelembutan Hati

Pada bulan puasa, semua orang yang berpuasa secara sadar memperlemah kekuatan tubuh secara fisik. Tanpa makan dan minum, hasrat, antara lain, marah, iri, dengki, dan kebencian tidak menghilang, melainkan kekuatannya melemah. Sifat-sifat yang mengeraskan hati itu kekuatannya berkurang. Karena itu, orang-orang yang berpuasa lebih mudah mengendalikan sifat-sifat tersebut di dalam diri. Ia lebih mudah mengendalikan dorongan amarah, iri, dengki, dan kebencian. Orang yang berpuasa lebih mampu mengatur “tone” sifat-sifat mereka. “Tone” sifat-sifat itu terus-menerus diturunkan sampai pada level paling rendah sehingga hatinya menjadi lembut. Dengan berpuasa, ia memperoleh kelembutan hati.

Sejalan dengan itu, — semakin lemah tubuh, semakin melemah hasrat, — semakin mudah orang yang berpuasa mengendalikan sifat-sifat tersebut maka ruh asali (fitrah) semakin tampak: Lintasan-lintasan pikiran buruk mereda, loncatan-loncatan pikiran dari satu persoalan ke persoalan lain berkurang. Pikiran-pikiran baik yang selama ini terecoki pikiran buruk mulai tampak. Orang menjadi tercerahkan. Rasa gelisah juga menurun sejalan dengan tubuh yang lebih nyaman. Orang menuju kembali ke ruh asalnya, ke sifat-sifat dasar manusia yang sesungguhnya. Karena itu, jika orang ingin berubah menjadi “baik”, ia tidak perlu berkata, “Aku akan berusaha berubah!” Cukup ia puasa dan tidak perlu sulit-sulit untuk “mengatur”  perilaku menjadi “baik”. Puasa dengan sendiri akan merubah perilakunya menuju kebaikan.

Pada beberapa orang yang berpuasa, walau tubuh secara fisik melemah karena kurang asupan, mereka kadang masih sulit mengendalikan sifat-sifat mereka, khususnya sifat-sifat buruk. Jelas, pengurangan asupan makanan dan minum belum mampu melemahkan tubuh secara fisik untuk meredakan hasrat yang ternyata sangat kuat. Karena itu, setiap habis berbuka puasa, asupan makan sampai menjelang sahur masih perlu dijaga. Dorongan makan sepuas-puasnya secara borongan dapat muncul dalam periode ini. Selain itu, orang yang puasa, pun harus mulai kerja ekstra, yaitu pada saat puasa, ia tidak hanya menahan makan, minum, dan hasrat seksual, ia juga harus mulai melatih mengendalikan inderanya, antara lain mata, hidung, telinga, dan mulut. Bila ini dilakukan, biasanya hasrat marah dan hasrat seksual mulai tertekan dan dikendalikan. Bila ia tidak mampu melakukannya, puasanya hanya memperoleh rasa haus dan lapar saja. Tapi, ini tentu lebih baik dari pada kebanyakan orang yang berpuasa, ada pula yang hampir-hampir tidak pernah merasa lapar. Perut mereka tidak pernah merasakan perih karena lapar. Rasullulah SAW pernah berkata bahwa rasa perih karena lapar dapat membuat hati menjadi lembut. ***