Buku Sastra dan Industri Penerbitan (3)

6. Model Penerbitan Buku Sastra di Indonesia

Berdasar uraian-uraian di atas dapatlah diidentifikasi suatu pola hubungan antara penerbitan buku sastra dengan faktor yang mempengaruhinya. Secara keseluruhan, semua identifikasi itu dapat disajikan sebagai suatu konstruksi yang utuh dalam sebuah pola berpikir sebagai berikut.

Pola-pola yang ada  memperlihatkan, dalam menerbitkan buku sastra, penerbit buku memiliki dua pertimbangan, pertimbangan idealis yang tidak marketable dan pertimbangan bisnis, komersil yang marketable. Pertimbangan idealis yang tidak marketable membawa konsekuensi, dalam menerbitkan buku sastra secara mandiri, penerbit umumnya menggunakan biaya sendiri/patungan/sponsor. Sedangkan untuk pertimbangan bisnis komersil yang marketable, konsekuensinya, dalam menerbitkan buku sastra, penerbit buku biasanya secara kolektif  menggunakan biaya perusahaan.

Pertimbangan-pertimbangan penerbit yang muncul dalam penerbitan buku sastra itu, secara umum dipengaruhi oleh lima variabel: (1) Muatan kurikulum Bahasa Indonesia di sekolah dasar, (2) Apresiasi masyarakat terhadap sastra, (3) Fungsi-fungsi pragmatis sastra di masyarakat, (4) Marketable, (5) Identitas visi estetik kebahasaan.

7. Kesimpulan

Masalah kita: sejauh mana buku-buku sastra dalam menunjang industri kreatif penerbitan. Pertanyaan ini menghendaki jawaban: seberapa besar buku-buku sastra yang penerbit produksi dan  seberapa besar pula buku-buku nonsastra yang mereka produksi.

Hasil penelitian menunjukkan:

Sampai Juli  2007, ada  309 penerbit terdaftar sebagai anggota Ikapi DKI Jakarta, 248 penerbit aktif dan 61 penerbit tidak aktif. Berdasar badan usaha, mereka dapat digolongkan menjadi Perseroan Terbatas (PT), CV, Yayasan, dan Pusat Penerbitan. Yang paling banyak, 64,23%, PT. Karena PT milik beberapa orang pesero dan CV milik perorangan, dari segi kekuatan modal dan jumlah karyawan, lebih separuh anggota Ikapi DKI Jakarta dapat disebut perusahaan “besar”.

Anggota Ikapi DKI Jakarta berdasar kota tempat domisili mereka, paling banyak di Jakarta, 89,52%. Sisanya di Jabodetabek. Berdasar pembagian wilayah, mereka paling banyak di Jakarta Selatan, 34,23% dari  222 anggota dan di wilayah Jakarta Pusat, 27,03%.  Memperhatikan badan-badan usaha dengan domisili penerbitan mereka, tampak badan usaha berbentuk PT lebih banyak di Jakarta Selatan, CV di Jakarta Timur, dan Yayasan di Jakarta Pusat.

Berdasar bidang terbitan mereka, Aggota Ikapi DKI Jakarta paling banyak memposisikan diri sebagai penerbit  buku-buku pelajaran, 25,00% dari 232 anggota, disusul 21,55% buku-buku umum, dan 20,69% buku-buku Islam. Data ini menunjukkan tiga pola utama kecenderungan bidang terbitan para anggota Ikapi DKI Jakarta.

Penerbit Ikapi DKI Jakarta menerbitkan rata-rata 76 judul per tahun. Dalam tiga tahun terakhir ini, judul-judul yang mereka terbitkan  terus meningkat.  Dapat diestimasi: selama tiga tahun terakhir (2005, 2006, 2007) penerbit Ikapi DKI Jakarta telah menerbitkan paling tidak rata-rata 23.484 judul buku per tahun atau selama tiga tahun terakhir, mereka telah memproduksi  174.133.860 eksemplar buku.

Secara keseluruhan, penerbit Ikapi DKI Jakarta lebih banyak berada pada level penerbitan kecil, 48,08%. Hanya 19,23% dapat disebut penerbit besar.

Pada 2002, hanya kurang dari 10% penerbit yang mau menerbitkan buku-buku sastra. Dalam sepuluh tahun terakhir, penerbitan buku sastra dan penerbitnya memang meningkat, tapi hanya secara sporadis, pada beberapa penerbit saja, tertinggi, hanya sampai 45% dari penerbitan buku lain.

Belum ada satu penerbit pun dari anggota Ikapi yang memposisikan diri secara khusus sebagai penerbit buku sastra.

Dalam menerbitkan buku sastra, penerbit buku umumnya masih memiliki dua pertimbangan, pertimbangan idealis yang tidak marketable dan pertimbangan bisnis, komersil yang marketable. Pertimbangan idealis yang tidak marketable membawa konsekuensi, dalam menerbitkan buku sastra secara mandiri, penerbit umumnya menggunakan biaya sendiri/patungan/sponsor. Sedangkan untuk pertimbangan bisnis komersil yang marketable, konsekuensinya, dalam menerbitkan buku sastra, penerbit buku biasanya secara kolektif  menggunakan biaya perusahaan.

Pertimbangan-pertimbangan penerbit yang muncul dalam penerbitan buku sastra itu, secara umum dipengaruhi oleh lima variabel: (1) Muatan kurikulum Bahasa Indonesia di sekolah dasar, (2) Apresiasi masyarakat terhadap sastra, (3) Fungsi-fungsi pragmatis sastra di masyarakat, (4) Marketable, (5) Identitas visi estetik kebahasaan.

8. Saran-saran

Pertimbangan-pertimbangan penerbit dalam menerbitkan buku-buku sastra itu secara umum dipengaruhi lima variabel: (1) Muatan kurikulum Bahasa Indonesia di sekolah dasar, (2) Apresiasi masyarakat terhadap sastra, (3) Fungsi-fungsi pragmatis sastra di masyarakat, (4) Marketable, (5) Identitas visi estetik kebahasaan.

Muatan kurikulum Bahasa Indonesia di sekolah dasar, jika muatan kurikulum Bahasa Indonesia lemah maka kemampuan dan apresiasi siswa terhadap sastra akan lemah. Karena itu, perlu dilakukan revisi muatan kurikulum Bahasa Indonesia yang ada. Sejak seseorang mulai belajar di sekolah paling rendah: SD, SMP, dan SMA, pelajaran Bahasa Indonesia, tidak lagi dapat diberikan hanya sebatas tata bahasa belaka, melainkan juga sudah harus pada tingkat aplikasi. Anak-anak harus diberikan pelajaran mengarang dan apresiasi terhadap karya-karya sastra.

Apresiasi masyarakat terhadap sastra, jika apresiasi masyarakat terhadap sastra rendah maka fungsi-fungsi pragmatis sastra di masyarakat juga akan rendah. Sastra tidak akan memberikan sumbangan apa pun di masyarakat yang tidak mengapresiasinya. Sastra tidak bermakna apa-apa. Tidak memberikan dampak. Untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sastra, perlu dibentuk komunitas-komunitas sastra. Para kritikus sastra harus memberikan pandangan-pandangan yang menjembatani karya sastra dengan masyarakat. Dia menjadi penafsirnya.

Fungsi-fungsi pragmatis sastra di masyarakat, jika fungsi-fungsi pragmatis sastra di masyarakat rendah maka apresiasi masyarakat terhadap sastra juga akan rendah. Fungsi-fungsi pragmatis sastra merupakan peranan sastra itu sendiri di tengah-tengah masyarakat, sejauh mana ia mampu memberikan masukan nilai-nilai dan rasa kepada pembacanya. Sastra sebagai produk kebudayaan, sejatinya harus mampu memberikan makna-makna dan pelajaran-pelajaran, maupun pewarisan nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Karena itu, fungsi-fungsi pragmatis ini hendaklah disosialisasikan kepada masyarakat.

Marketable, jika buku-buku sastra memiliki daya jual, maka penerbitan buku sastra akan meningkat. Pada taraf tertentu, karya-karya sastra yang maketable tidak selalu karya sastra yang “baik”. Selera pasar bagaimana pun  tidak dapat dijadikan patok. Buku laris bukan harus buku-buku sastra. Namun, kebutuhan pasar atau selera pasar haruslah tetap diperhatikan kalau penerbitan mau tetap melangsungkan kegiatannya. Di sini, buku-buku sastra yang baik dan laris dapat dicarikan keterpaduannya sehingga selera pasar dan selera sastrawan dapat terpenuhi.

Identitas visi estetik kebahasaan, jika identitas visi estetik kebahasaan buku sastra tidak diperhatikan, daya jual buku sastra menurun. Artinya, ketidakjelasan visi estetika kebahasaan kadang membuat pembaca langsung memvonis suatu karya sebagai karya yang menjenuhkan. Hal ini, jika tidak ditanggulangi dengan “tuntunan” para ahli sastra atau para kritikus sastra, akan sangat merugikan bagi dunia sastra itu sendiri. Sastra menjadi tidak dapat dikomunikasikan secara jelas kepada awam dan ini akan memperlemah fungsi-fungsi pragmatis sastra.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Buku

Hardjana, Pernaskahan 1, Diktat, tanpa tahun.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remadja Karya CV., Bandung, 1989.

Linda and Salisbury, Jim, Smart Self-Publisihing, Tabby House, Florida, USA, 2003

Memahami Kesusastraan, Sumardjo, Jakob , Penerbit Alumni, Bandung, 1984.

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990.

Poynter’s, Dan Self-Publishing Manual, Para Publishing, Santa Barbara, California, USA, 2007.

Teori Kesusastraan, Wellek, Rene & Warren, Austin, penterj. Melani Budianta, PT Gramedia, Jakarta, 1989.

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT. Remaja Rosdkarya Bandung, 2004.

Woll, Thomas, Publishing for Profit, Chicago Review Press, New York, 2006.

Web Sites

Abdullah Sanusi, Perpustakaan, Buku, dan Minat Baca, batangase.blogspot.com, Juli, 13, 2009

Agus MU, “Apa Aja Sich Industri Kreatif itu?”, halo-halo.com, 11 June 2008.

Buku Sastra Masih Dipandang Sebelah Mata, kompas.com sebagaimana dikutip groups.yahoo.com, 10 November 2009.

Menerbitkan Buku Sastra Didasari Idealisme, kompas.com., Rabu, 9 Juli 2008.

My Bussiness Blogin, mybusinessblogging.com/entrepreneur/2007/11/05/industri-kreatif/, 5 November 2007.

Oyik_spy, lampoenx, Novel Laskar Pelangi, city, http://ylampung-community.forum2.biz, 6 Oktober 2008.

Suratkabar dan Majakah (diperoleh melalui internet)

Adek Alwi, Di Balik Penerbitan Buku Sastra Swadaya, Suara Karya,  17 Oktober 2009.

Ahmadun Yosi Herfanda, Industri Buku Sastra, Republika,  11 Nopember 2007.

“Buku Membangun Masyarakat Aceh 2020 Diluncurkan”, Harian Analisa 4 Maret 2008.

Data BPS tahun 2000.

Ilham Khoiri dan Budi Suwarna, Sastra Pun Berdiaspora, Kompas, 11 Januari 2009.

Jamal D. Rahman, Memulai Demokrasi dari Puisi, Koran Tempo, Sabtu, 12 January 2002.

Satmoko Budi Santoso, Tangan Gaib Pembeli Buku Sastra,  Majalah Matabaca, 04 Mei 2009.

Tempo Interaktif, Industri Kreatif Tumbuh 15 Persen, Kamis, 24 Mei 2007.

Udo Z. Karzi  Membangun Lampung dengan Buku, Lampung Post Minggu, 14 Desember 2008.