MENAHAN PANDANGAN, PORNOGRAFI, DAN KEBUTAAN

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ’Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.(An-Nur: 30)

Area Brodmann merupakan area-area korteks otak besar yang dibagi berdasar sel-sel saraf penyusun jaringannya. Area ini pertama kali dibagi Korbinian Brodmann dengan memberi tanda pada setiap area otak dari nomer 1 sampai 52. Salah satunya adalah area 17, korteks visual primer. Ini area pertama otak yang memproses rangsang visual ketika melihat sebuah obyek. Pada 18 April 2012, LiveScience melansir studi Gert Holstege, uroneurologist dari Universitas Medical Center Groningen di Belanda. Ketika menonton film atau melakukan setiap tugas visual lain, kata Holsteg, aliran darah akan memenuhi area korteks visual primer secara ekstra. Tapi, ketika menonton film erotik secara eksplisit, otak sebaliknya mengalihkan darah ke tempat lain, mungkin ke daerah otak yang bertanggung jawab untuk gairah seksual. Akibatnya, darah di area korteks visual primer berkurang. Menonton gambar erotik “mematikan” fungsi korteks visual primer.

Gangguan di korteks visual primer karena melihat hal-hal erotis telah diisyaratkan para ulama sejak dahulu. Hanya, tentu, mereka tidak menyebutnya sebagai gangguan di otak yang menghambat pemrosesan informasi, melainkan menyebutnya sebagai gangguan pada hati yang menghambat ilmu. Karena itu, menahan pandangan dari hal-hal erotik dapat membuka jalan ilmu. Abdul Aziz al Ghazuli (2003: 45) menyebutkan, menahan pandangan membuat hati bercahaya. Jika hati telah tercerahkan, pada hati akan timbul hakikat-hakikat ilmu pengetahuan dan terbukalah pengetahuan itu baginya dengan cepat. Abdul Hamid (2005: 34) menyebutkan, menahan pandangan memudahkan memperoleh ilmu. Itu disebabkan cahaya hati. Jadi, orang yang mampu menahan pandangan hatinya bercahaya dan sangat mudah menyerap ilmu daripada orang yang suka melihat hal-hal erotik.

Tujuh tahun lalu, 12 dan 18 Agustus 2005, New Scientist melaporkan dua penelitian yang menunjukkan bahwa gambar-gambar erotik memang mampu menghambat proses pengolahan informasi di otak. Orang yang melihat gambar erotik dapat mengalami kebutaan sementara. Penelitian pertama dilakukan David Zald dari Vanderbilt University di Nashville, Tennessee, dan Marvin Chun dan rekan dari Yale University di Connecticut. Mereka menemukan, setelah melihat gambar yang mengandung kekerasan atau adegan erotik, sebagian besar orang mengalami kesulitan mendekteksi gambar berikut. Secara prinsip, telah terjadi hambatan pengolahan informasi seperti bottleneck (leher botol) di otak. Jika jenis stimulus tertentu menarik perhatian, ia menimbulkan hambatan sehingga informasi selanjutnya, selama persepuluh detik, tidak bisa lewat. Penelitian kedua dilakukan Steven Most dari Yale University dan rekan-rekan. Mereka menemukan, setelah melihat gambar-gambar sadis (berdarah) dan juga gambar-gambar erotis, kebanyakan orang gagal memproses rangsang visual yang mereka lihat berikutnya. Periode kebutaan berlangsung antara dua persepuluh dan delapan persepuluh detik. Most juga menjelaskan, kebutaan sementara terjadi karena ada hambatan secara bootleneck dalam pemrosesan informasi di otak ketika disajikan rangsang yang penting.

Dan, tentu, lebih dari itu, melalui surat An Nur ayat 30, Allah telah memperingatkan, pandangan sangat berhubungan dengan kemaluan. Karena itu, jelas, memandang hal-hal yang (secara) erotik bukan hanya “membutakan” mata, namun juga dapat menimbulkan gangguan seksual. Baron dan Bell, 1977, Zillman, 1984, menunjukkan, melihat hal-hal sangat erotis, misal persetubuhan secara vulgar, dapat meningkatkan agresi. Kingston dan rekan, 2009, juga mencatat, pornografi memberi sumbangan dalam tindak kekerasan laki-laki terhadap perempuan. Fagan, 2012, menyampaikan ringkasan menarik tentang efek pornografi. Antara lain, katanya, laki-laki  menikah yang terlibat pornografi relatif kurang puas berhubungan dan kurang emosional pada istri. Pornografi jalan menuju perselingkuhan dan perceraian, dan sering jadi faktor utama dalam bencana keluarga. Dua dari tiga pasangan, yang satu di antara mereka kecanduan pornografi, mengalami penurunan minat melakukan hubungan seksual. Sedangkan secara individual, pornografi bersifat adiktif. Pria yang menyukai pornografi secara teratur memiliki toleransi lebih tinggi pada penyimpangan seksual, termasuk pemerkosaan, serangan seksual, dan hubungan seksual.

Karena itu, dengan menahan pandangan, Allah akan memberikan kesehatan pada mata. Pandangan menjadi lebih bersih, tajam, dan fokus.  Ia memberikan cahaya-Nya. Dia Pemberi cahaya bagi langit dan bumi. Orang yang menahan pandangan diliputi Nur Allah. Dengan cara ini, Allah memberinya ilmu. Orang buta, misal,  secara umum memiliki kelebihan. Bisa jadi pendengaran, juga bisa penciuman, dan bisa juga tangkapan batin. Matanya yang buta dapat menguatkan dan melahirkan kemampuan-kemampuan lain. Kemampuan ini timbul untuk mengimbangi kebutaan mata. Orang yang menahan pandangan, tidak berbeda dengan orang buta. Ia membutakan mata untuk hal-hal tertentu yang dilarang Allah. Matanya memang mampu melihat segala sesuatu, namun ia menahan pandangannya. Hal ini tentu lebih sulit dari pada orang yang buta. Orang buta tidak perlu menahan pandangan karena matanya memang buta. Orang yang memiliki mata normal memerlukan usaha dan perjuangan untuk  menahan pandangan. Ia harus tahu mana yang boleh dipandang dan mana yang dilarang. Ia  perlu mengendalikan diri atau Allah akan membutakan matanya?***

1 comment for “MENAHAN PANDANGAN, PORNOGRAFI, DAN KEBUTAAN

Comments are closed.