Penerbitan sebagai Ilmu (2)

B. PENERBITAN SEBAGAI ILMU.

Ilmu, menurut Mohammad Hatta, suatu pengetahuan yang teratur dari hal pekerjaan hukum sebab dan akibat. Hubungan sebab akibat itu disebut juga “kausalita”. Sebab  itu hukum sebab akibat itu disebut juga hukum kausal. Keterangan itu mestilah teratur dari pokok yang satu, barulah keterangan itu disebut keterangan ilmu, satu hukum kausal.[1]

Ada pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penerbit. Hal ini menunjukkan kausalita dari dua kejadian: “pertumbuhan ekonomi” dan “pertumbuhan penerbit”. Dua kejadian itu terkait satu sama lain dan sebagai pengetahuan, hubungan keduanya disusun secara teratur. Ekonomi disebut dahulu, penerbit kemudian. Karena pertumbuhan ekonomi menentukan pertumbuhan penerbit, bukan sebaliknya. Ada juga kausalita yang lebih kompleks, menghubungan lebih dari dua kejadian. Misal, ada pengaruh minat beli dan minat baca masyarakat terhadap pertumbuhan penerbit.  Atau, perkembangan teknologi dan peningkatan taraf pendidikan masyarakat berhubungan dengan pertumbuhan penerbit.

Pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan kausalita itu tersusun secara teratur. Ia bukan pengetahuan yang terserak di sana, terserak di sini, berantakan, melainkan terpadu, membahas satu persoalan yang sama: soal pertumbuhan penerbit. Sebagai ilmu, ia tersusun dari berbagai pengetahuan yang saling mendukung, saling menguatkan, ada tinjauan dari sudut ekonomi, ada tinjauan dari sudut psikologi, dan ada tinjauan sudut pendidikan. Interdisiplin.

 Hatta membagi ilmu menjadi tiga golongan, ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu kultur. Ilmu alam, antara lain terdiri dari ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu botani, ilmu hewan, dan ilmu bumi. Ilmu sosial, antara lain terdiri dari ilmu ekonomi, ilmu hukum, sosiologi, dan psikologi. Sedangkan ilmu kultur, antara lain ilmu bahasa, ilmu peradaban dan kebudayaan.[2] Penggolongan itu mirip dengan penggolongan ilmu menurut H. Endang Saifuddin Anshari yang sama dengan penggolongan Stuart Chase, yaitu: ilmu alam (natural science), ilmu kemasyarakatan (social science), dan humaniora (studi humanitas; humanities studies). Lengkapnya, sebagai berikut:[3]

1. Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Science)

1)      Biologi

2)      Antropologi

3)      Ilmu kedokteran

4)      Ilmu farmasi

5)      Ilmu pertanian

6)      Ilmu pasti

7)      Ilmu alam

8)      Ilmu teknik

9)      Geologi

10)  dan sebagainya.

2. Ilmu kemasyarakatan (Social Science)

1)      Ilmu hukum

2)      Ilmu ekonomi

3)      Ilmu jiwa sosial

4)      Sosiologi

5)      Antropologi budaya dan sosial

6)      Ilmu sejarah

7)      Ilmu politik

8)      Ilmu pendidikan

9)      Publisistik dan jurnalistik

10)  dan sebagainya

3. Humaniora

1)      Ilmu agama

2)      Ilmu filsafat

3)      Ilmu bahasa

4)      Ilmu seni

5)      Ilmu jiwa

6)      dan sebagainya

Tidak tampak dalam penggolongan tersebut mengenai posisi ilmu penerbitan, namun melihat ciri-cirinya, penerbitan dapat digolongkan ke dalam ilmu kemasyarakatan atau ilmu sosial. Karena yang dipelajari: cara perusahaan atau perorangan dalam memperoleh, mempersiapkan atau menciptakan dan menjual produk informasi secara tercetak (antara lain, melalui buku, surat kabar, dan majalah) dari penulis atau pencipta ke konsumen.

Hatta mengatakan, berdasar tujuannya, dalam ilmu sosial maupun dalam ilmu alam, terdapat  dua golongan ilmu:  ilmu teoretika, yang tujuannya semata-mata hendak mendapat pengertian tentang kedudukan sifat-sifat sosial, dan ilmu praktika, yang mempergunakan pengetahuan ilmu yang ada untuk merancang jalan untuk mencapai beberapa tujuan hidup.[4] Ilmu penerbitan dapat digolongkan ke dalam ilmu sosial teoritika dan ke dalam ilmu sosial praktika.  Tergantung tujuannya. Bila tujuannya hanya sebatas memahami cara-cara perusahaan atau perorangan dalam memperoleh atau menciptakan produk informasi secara tercetak dari penulis atau pencipta dan menjualnya melalui berbagai cara, ilmu itu dapat disebut ilmu teoritika. Tapi, bila ilmu itu bertujuan menggunakan ilmu yang ada untuk merencanakan mencapai beberapa tujuan hidup, antara lain, untuk menerbitkan berbagai produk informasi sebagai hiburan atau pendidikan, ia dapat disebut ilmu praktika.

Ilmu teoritika dan ilmu praktika tersebut pengertiannya sangat dekat dengan pembagian ilmu murni dan ilmu terapan. Harsojo menyatakan,[5] bila suatu ilmu dipelajari dan dikembangkan dengan tujuan memajukan ilmu itu sendiri; memperkaya diri dengan cara memperoleh pengertian yang lebih mendalam dan lebih sistematis mengenai ruang lingkup atau bidang perhatiannya, maka ilmu seperti itu digolongkan ke dalam ilmu-ilmu murni. Adapun ilmu-ilmu terapan mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah-masalah yang praktis yang dapat dirasakan guna dan manfaatnya secara langsung dan bersifat sosial.

Harsojo mengutip Robert Bierstedt merinci dua penggolongan ilmu itu sebagai berikut: Ilmu-ilmu murni antara lain: fisika, astronomi, matematika, kimia, fisiologi, ilmu politik, jurisprudence, zoologi, botani, geologi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi. Sedangkan ilmu-ilmu terapan, antara lain, bangun karya, navigasi, akuntansi, farmasi, ilmu obat-obatan, politik, hukum, peternakan, pertanian, bangun karya minyak, jurnalistik, tata niaga, adminitrasi, dan diplomasi.

Ilmu penerbitan tampak juga belum dicantumkan dalam penggolongan tersebut. Kalaupun kemudian harus memilih, ilmu penerbitan dapat digolongkan pada ilmu terapan Karena tujuannya untuk memecahkan masalah-masalah penerbitan yang praktis yang dapat dirasakan guna dan manfaatnya secara langsung dan bersifat sosial. Secara keseluruhan, dapat disebut bahwa ilmu penerbitan merupakan ilmu sosial terapan.

[1] Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan, PT. Pembangunan Djakarta, Jakarta, 1964, hal. 9.

[2] Ibid., hal. 18-24.

[3] Onong Uchjana Effendy,  Op. cit., hal. 2-3.

[4] Mohammad Hatta, Op. cit., hal. 23.

[5] Onong Uchjana Effendy,  Op. cit., hal. 2-3.

2 comments for “Penerbitan sebagai Ilmu (2)

Comments are closed.