Bab ini menjelaskan arti rekruitmen, kendala-kendala yang mempengaruhi proses rekruitmen, dan sumber-sumber yang digunakan suatu organisasi untuk mencari tenaga kerja.
1. Arti dan Tujuan Rekruitmen[1]
Suatu organisasi selalu membuka kemungkinan berbagai lowongan dengan aneka ragam penyebab, antara lain, perluasan kegiatan organisasi, ada pekerja berhenti karena pindah ke organisasi lain, pensiun, atau meninggal dunia. Apapun alasannya, lowongan dalam suatu organisasi harus diisi. Salah satu teknik pengisian lowongan, melalui proses rekruitmen, yaitu proses mencari, menemukan, dan menarik para pelamar yang kapabel untuk diperkerjakan.
Proses rekruitmen dimulai pada saat organisasi mencari pelamar dan berakhir ketika para pelamar mengajukan lamaran. Selanjutnya, bila proses rekruitmen berlangsung tepat dan baik, hasilnya diperoleh sekelompok pelamar yang kemudian diseleksi untuk menjamin, hanya yang paling memenuhi semua persyaratan yang diterima sebagai pekerja dalam organisasi.
Berbagai langkah dalam proses rekruitmen merupakan salah satu tugas pokok para tenaga spesialis yang berkarya mengelola sumber daya manusia dalam organisasi. Mereka dikenal dengan istilah pencari tenaga kerja. Dalam melaksanakan rekruitmen, mereka mendasarkan kegiatan pada perencanaan sumber daya manusia yang ditentukan karena dalam rencana telah ditetapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi calon karyawan.
Selain itu, proses rekruitmen perlu dikaitkan dengan dua hal. Pertama, para pencari tenaga kerja perlu mengkaitkan identifikasi lowongan dengan informasi analisis pekerjaan karena informasi itu mengandung hal-hal penting tentang tugas yang akan dilakukan para tenaga kerja baru. Kedua, para manajer yang memimpin berbagai satuan kerja di mana terdapat lowongan juga harus diminta pendapat dan preferensinya, karena mereka yang akan memperkerjakan tenaga kerja baru itu. Komentar mereka harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara matang. Berdasarkan dua hal ini, satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia mengidentifikasi berbagai lowongan.
Artinya, berdasar perencanaan sumber daya manusia, preferensi para manajer, informasi tentang analisis pekerjaan, dan komentar para manajer, pencari tenaga kerja dapat memiliki gambaran yang relatif lengkap tentang tuntutan pekerjaan yang harus dipenuhi tenaga kerja baru sehingga mereka dapat menentukan secara tepat metode rekruitmen yang digunakan. Jika mereka mampu memilih metode rekruitmen yang tepat, hasilnya adalah sekelompok pelamar yang paling memenuhi berbagai persyaratan akan terjaring. Penekanan ini penting karena kenyataan para pencari tenaga kerja baru belum tentu selalu memahami persyaratan teknis yang diperlukan. Mereka mungkin memang ahli dalam semua segi proses rekruitmen, namun, belum tentu ahli dalam segi-segi teknikal dari semua jenis pekerjaan dalam organisasi.
2. Berbagai Kendala Rekruitmen
Para pencari tenaga kerja suatu organisasi harus menyadari mereka menghadapi berbagai kendala. Berbagai penelitian dan pengalaman banyak orang dalam hal rekruitmen, kendala yang biasa dihadapi terdiri dari tiga bentuk: kendala yang bersumber dari organisasi bersangkutan, kebiasaan para pencari tenaga kerja, dan faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan organisasi.
(1) Kendala Organisasional. Berbagai kebijaksanaan yang ditetapkan dalam suatu organisasi bertujuan agar organisasi semakin mampu mencapai berbagai tujuan dan sasarannya. Dapat dipastikan, dalam suatu organisasi yang dikelola secara baik terdapat beraneka ragam kebijaksanaan yang menyangkut segala aspek dan kegiatan organisasi. Yang penting mendapat perhatian ialah kemungkinan berbagai kebijaksanaan tersebut membatasi ruang gerak para tenaga kerja baru.
Suatu perencanaan sumber daya manusia biasanya memberi petunjuk tentang kriteria lowongan yang sebaiknya diisi melalui promosi dari dalam dan lowongan yang sebaiknya diisi melalui rekruitmen tenaga kerja dari luar. Rencana ini sudah tentu membatasi langkah dan tindakan yang mungkin ditempuh para pencari tenaga kerja. Bagaimanapun juga apa yang telah ditetapkan dalam rencana harus mereka patuhi.
Bila terjadi lowongan, suatu organisasi menganut kebijaksanaan, lowongan harus diisi pekerja yang sudah menjadi karyawan organisasi, tentu bagian rekruitmen tidak usah lagi berpaling ke sumber-sumber tenaga kerja di luar organisasi. Dewasa ini, makin banyak organisasi yang menganut kebijaksanaan “promosi dari dalam”. Memang, kebijaksanaan ini mengandung segi-segi positif, paling tidak dipandang dari sudut kepentingan para pekerja. Para pekerja dapat meningkat semangat kerjanya karena prospek karir yang semakin cerah. Makin banyak “anak tangga” dalam hirarki organisasi yang mungkin dinaiki, makin meningkat kepuasan kerja dan loyalitas kepada organisasi.
Untuk jangka panjang, kebijaksanaan seperti itu juga mempunyai daya tarik yang kuat bagi para pencari pekerjaan yang kapabel karena mereka mengetahui, organisasi yang hendak dimasuki merupakan tempat yang “baik” untuk meniti karir. Namun, betapa pun baiknya kebijaksanaan itu, ia tetap tidak luput dari berbagai kelemahan. Kelemahannya yang paling menonjol, kebijaksanaan seperti itu membatasi kemungkinan organisasi memperoleh tenaga baru dengan pandangan baru, pendekatan baru, keahlian dan keterampilan baru. Kelemahan lain, para pekerja dapat cepat merasa puas diri karena mengetahui, asal saja mereka bekerja sedemikian rupa sehingga prestasi kerjanya dipandang memenuhi syarat, kesempatan menaiki tangga karir yang lebih tinggi akan selalu terbuka. Kebijaksanaan “promosi dari dalam” yang diberlakukan secara konsekuen mungkin menciptakan para pekerja yang minimalis.
(2) Kebiasaan Pencari Tenaga Kerja. Pada satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia biasanya terdapat sekelompok pegawai yang tugas utamanya melakukan rekrutmen. Mereka tenaga spesialis yang memahami berbagai segi proses rekrutmen. Sebagai tenaga spesialis diharap mereka mampu bertindak rasional. Namun, karena berbagai faktor, seperti latar belakang pendidikan dan pengalaman, mereka mungkin saja mempunyai kebiasaan tertentu, yang tentu ada segi positif dan juga segi negatifnya.
Segi positif, antara lain, proses rekrutmen dapat berlangsung relatif cepat karena pengetahuan dan pengalaman mereka. Segi negatif, sebagai kendala dalam proses rekrutmen, mereka cenderung berbuat kesalahan yang sama, terutama bila kesalahan yang pernah dibuat tidak mempunyai dampak negatif kuat bagi organisasi, yaitu tenaga kerja yang direkrut masih mampu bekerja sesuai tuntutan tugas. Segi negatif lain, sikap memandang enteng tugas sehingga rekrutmen dihentikan bila telah ada lamaran yang masuk. Mereka tidak lagi mencari alternatif lamaran untuk memperoleh yang terbaik.
(3) Kondisi Eksternal Lingkungan Organisasi. Tidak ada satupun organisasi yang boleh mengabaikan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Dalam mengelola organisasi, faktor-faktor eksternal atau lingkungan harus selalu mendapat perhatian. Juga dalam hal merekrut tenaga kerja baru. Dua contoh faktor eksternal yang perlu diperhitungkan dalam proses rekrutmen:
- Tingkat pengangguran. Bila tingkat pengangguran tinggi, pencari tenaga kerja dapat bertindak lebih selektif karena banyak yang melamar. Mungkin banyak di antara mereka memenuhi persyaratan melebihi ketentuan organisasi. Sebaliknya, dalam situasi tingkat pengangguran sangat rendah, pencari tenaga kerja baru tidak tepat terlalu “jual mahal” karena pencari pekerjaan tidak sulit memperoleh pekerjaan sesuai pendidikan, pelatihan, dan pengalaman mereka. Malah, mungkin dengan imbalan yang lebih tinggi dari yang ditawarkan pencari tenaga kerja.
- Kelangkaan keahlian atau keterampilan tertentu. Dalam kehidupan organisasional yang semakin kompleks, semakin beraneka keahlian dan keterampilan yang diperlukan. Di pasaran kerja, ketersediaan orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu bukan hal konstan. Pada waktu tertentu, dapat terjadi kelangkaan orang yang memiliki keahlian atau keterampilan tertentu. Karena itu, sikap dan tindakan pencari tenaga kerja baru pasti lain dibandingkan dengan ketika jumlah orang-orang dengan keahlian dan keterampilan tertentu itu sangat banyak. Perbedaan sikap dan tindakan itu ditentukan pula oleh urgensi organisasi dalam mempekerjakan tenaga kerja yang sulit dicari itu. Dalam hal ini, organisasi mungkin harus merubah kebijaksanaan tertentu, seperti kebijaksanaan promosi dari dalam atau kebijaksanaan tentang gaji yang diberikan. Kalau tidak, organisasi tidak akan memperoleh tenaga kerja baru yang sangat diperlukannya itu.
[1] Diadaptasi dan diedit dari Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal. 101-129.
8 comments for “Rekruitmen 1: Rekruitmen Tenaga Kerja”